
Bontang — Seberapa jauh sebenarnya kinerja sebuah kota bisa diukur? Di balik setiap target pembangunan, ada angka-angka, strategi, dan makna yang perlu disusun dengan cermat. Itulah semangat yang menggerakkan Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kota Bontang saat menggelar Rapat Koordinasi Penyusunan Manual Indikator Kinerja Utama (IKU) Perangkat Daerah, di Ruang Abirama, pekan ini.
Rapat ini dipimpin oleh M. Taupan Kurnia S, S.Si, Sekretaris Bapperida Kota Bontang, dan dihadiri oleh para Kepala Bidang serta Syahruddin, SE, M.A, M.Eng, Kepala Bapperida Kota Bontang. Bukan sekadar rapat teknis, forum ini menjadi ajang penting untuk “menyegarkan kembali” pemahaman tentang bagaimana kinerja pemerintah kota diukur secara objektif dan terarah.
“Sering kali kita mendengar istilah IKU tanpa benar-benar memahami bahwa inilah jantungnya kinerja pemerintah,” ujar Taupan membuka rapat dengan nada reflektif. “IKU bukan sekadar laporan angka, tapi cerminan seberapa efektif strategi pembangunan kita berjalan. Kalau indikatornya kabur, maka arah kebijakan pun bisa meleset.”
Ia menjelaskan bahwa penyusunan manual IKU menjadi langkah krusial dalam memastikan setiap perangkat daerah memiliki alat ukur yang sama, terdefinisi jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan. Manual ini berisi formula, definisi, serta sumber data yang digunakan untuk menilai capaian kinerja di tiap bidang. “Dokumen ini ibarat GPS-nya kinerja daerah,” tambah Taupan. “Tanpa itu, kita hanya berjalan tanpa tahu sejauh mana sudah melangkah.”
Rapat kemudian berlanjut dengan paparan dari Diny Prathiwi, S.STP, Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah. Dengan gaya lugas namun penuh semangat, Diny menegaskan bahwa penyusunan manual IKU bukan pekerjaan administratif, melainkan bagian dari strategi besar untuk meningkatkan nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kota Bontang.
“Saat ini nilai komponen perencanaan kita baru sekitar 22%, padahal bobot idealnya 30%. Artinya, masih ada ruang besar untuk kita benahi bersama,” jelas Diny. “Kunci peningkatannya ada di sini — di pemahaman yang tepat tentang indikator kinerja utama dan perjanjian kinerja.”
Ia juga menyoroti pentingnya sinkronisasi antara dokumen perencanaan daerah dengan sasaran strategis kota. Berdasarkan Permenpan RB Nomor 89 dan 88 Tahun 2021, indikator kinerja harus menggambarkan hasil yang berdampak langsung pada masyarakat. “Kinerja itu bukan tentang seberapa banyak kegiatan dilakukan, tapi seberapa besar dampak yang dirasakan warga Bontang,” tegasnya.
Diskusi berkembang dinamis. Para peserta, yang terdiri dari pejabat fungsional dan kepala bidang, saling bertukar pandangan tentang bagaimana menyusun indikator yang benar-benar SMART — spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terikat waktu. Mereka juga membahas perlunya pembaruan perjanjian kinerja perangkat daerah agar selaras dengan dokumen RPJMD terbaru, serta kesiapan menghadapi evaluasi SAKIP oleh Kementerian PANRB pada akhir Oktober mendatang.
Taupan menutup rapat dengan pesan yang mengena: “Manual IKU bukan hanya lembaran dokumen — ini adalah cermin dari kerja kita, refleksi dari arah kota ini melangkah. Semakin jernih cerminnya, semakin jelas pula wajah kinerja kita.”
Dengan semangat kolaborasi dan dorongan untuk terus memperbaiki tata kelola, Bapperida Kota Bontang menunjukkan bahwa perencanaan yang baik bukan hanya tentang angka dan dokumen, tetapi tentang menghadirkan perubahan nyata bagi warga. Melalui penyusunan Manual IKU yang kuat dan terukur, Kota Bontang menegaskan langkahnya menuju pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan berdampak.
“Salam Perencana”
#PerencanaBtg #ppidbontang #BAPPERIDABtg #Bontang